Be With You

raine.
5 min readMar 14, 2023

--

Jika saja Jungkook bisa menghentikan waktu, mungkin saat ini ia ingin menghentikannya sejenak, membiarkan raganya dipeluk hangat oleh tubuh mungil yang teramat ia rindukan setelah nyaris sepekan tak bersua. Tubuh kecil Jimin itu kini merengkuhnya erat, melingkarkan kedua tangannya pada tubuh besar Jungkook, mengusap punggung kekasihnya penuh sayang. Senyuman yang terukir di wajah tampan Jeon Jungkook itu tak lepas sedikitpun, merasakan nyaman yang luar biasa dari sana. Hangatnya hembusan nafas Jimin pun turut membuat seisi hatinya terasa penuh dengan segala hal baik yang Jimin datangkan untuk hidupnya.

“Kangen banget…” gumam Jungkook kala menyurukkan wajahnya pada ceruk leher Jimin, “Jahat banget pacarnya dianggurin seminggu sampe kangen begini…”

Jimin yang mendengar protes lucu dari lelaki yang lebih tua darinya itu kini membawa satu telapak tangannya ke kepala Jungkook dan mengelusnya pelan, “Kan aku udah minta maaf, sayang…” ucapnya seraya mengeratkan pelukannya pada Jungkook, “Aku lebih kangen tau…”

“Mana ada buktinya? Bilang kangen sama pacarnya tapi break tadi malah ngopi sama temennya…”

Jimin bersumpah dalam hatinya bahwa perasaannya terhadap lelaki itu semakin bertambah drastis sekarang- sehubungan dengan tingkah lucu lelaki dominan yang mampu menguasainya itu. Jungkook tak pernah menampakkan sisi manjanya kepada orang lain dan Jimin merupakan satu-satunya penyebab dan juga saksi hidupnya.

“My clingy big baby,” ucap Jimin gemas, “Kamu kalo lagi ngambek gini bukan kaya laki-laki umur tiga puluh tahun- tapi anak kecil umur tiga tahun. Ini kan udah sama aku, sayang, jangan ngambek dong?”

“I’m sad, hug me tighter…” gumam Jungkook pada Jimin dengan kedua sudut bibir yang sedikit turun, “Sedih pokoknya.”

Jimin total merasa gemas luar biasa hingga ia ingin sekali menggigit pipi lelaki yang setahun lebih tua darinya itu. Ia lalu mengabulkan permintaan kekasihnya, memeluk tubuh bongsor itu lebih erat lagi, menggeram pelan karena ia benar-benar merasa Jungkook terlalu menggemaskan- sisi lain yang tak pernah ia pikirkan ada pada diri lelaki tampan itu.

“Iya, sayang, maafin aku ya? I’ll make more time for us, I promise,” janji Jimin pada Jungkook yang kini memejamkan kedua matanya di pelukan Jimin, “Siapa yang bikin sedih? Biar aku pukul.”

“Kamu,” jawab Jungkook kemudian, “Ngga usah dipukul, dicium aja.”

“Untuk ukuran laki-laki yang luar biasa dominan, and from the way you fucked me from time to time- kamu yang sekarang bener-bener kaya beda orang, tau?”

“Lagi ngga bahas urusan ranjang loh ini?” protes Jungkook pada Jimin yang tengah tertawa melihat tingkahnya. Ia lalu mengangkat kepalanya, menatap wajah Jimin yang memerah karena tawanya sendiri- lalu memicingkan kedua matanya, “Kamu lagi horny ya?”

“Ngaco banget?” tawa Jimin semakin nyaring di hadapannya, membuat tubuh mungil itu tersandar pada headboard ranjang milik Jimin hingga kepala Jimin membentur pinggirannya, “Out of nowhere bilang aku horny? Dasar pacar ga sopan!”

“Lah? Abisnya tadi ngadoin aku neck tie sampe dibilang bisa dipake buat ngiket kamu or use it as a blindfold, terus sekarang tiba-tiba ngomongin ‘by the way I fucked you’, are you okay, Mister?”

Kedua bahu Jungkook bergerak kala suara tawanya ikut bergabung dengan tawa Jimin, mengisi kamar tidur itu dengan suara gelak tawa dua anak adam yang enggan membagi kisah milik mereka.

“Udah ah! Malah makin ngawur gini, sini aku peluk lagi.” Jimin merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, meminta Jungkook untuk kembali masuk ke dalam pelukan hangatnya yang langsung disambut oleh sang kekasih, “Anyway, thank you for the flowers, sayang. I love it…”

“Glad to know that it suits you,” Jungkook lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.

“Kamu mau cerita ga?” tanya Jimin pelan sembari mengusap bagian belakang kepala kekasihnya, “I’m all ears for you.”

“I love you,” ucap Jungkook tiba-tiba seraya melingkarkan kedua tangannya pada pinggang ramping Jimin, “I just want you to know that I really love you, Park Jimin…”

Senyuman hangat lalu muncul di wajah cantik Jimin, jantungnya ikut berdebar mendengar pengakuan tiba-tiba dari kekasihnya, “I know, I can feel it,” jawab Jimin dengan suara pelan, “I love you too, Jeon Jungkook.”

“Kamu tau ngga? Aku seumur hidup ngga pernah begitu pusing sama urusan kerjaan- karena sering kali aku tau harus ngelakuin apa. Tapi untuk urusan ini, aku noob, ngga tau harus gimana…”

“Urusan apa?” tanya Jimin yang tak paham dengan maksudnya.

“Kamu,” jawab Jungkook cepat, “Kita. Both of us.”

“Kita? Kita kenapa memangnya? I thought that we’re fine?

“Iya, tapi aku mulai ngga senang kalo kita ngga ketemu tiap hari. Freak ngga sih? Aneh pasti ya? Padahal harusnya aku tetap ngasih personal space, but most of the time, I want to be selfish and keep you for me only.

Jimin perlahan mengerti dengan maksud dari apa yang diucapkan Jungkook, senyumnya lalu kembali mengembang, lalu menempelkan sisi wajahnya pada kepala Jungkook yang bersandar padanya, “Kamu mau apa, coba deh sebutin? We’re not teenagers, Kook. Bisa kok ngomongnya langsung?”

“Takutnya kamu mikir aku aneh.”

“Memang aneh,” jawab Jimin sambil terkekeh, “Tapi lebih aneh lagi aku karna hal itu justru bikin tambah sayang, tambah bersyukur kalo udah dipertemukan sama kamu.” Jimin lalu mengecup pelan puncak kepala Jungkook sebelum melanjutkan kalimatnya, “Ayo sekarang ngomong, kamu mau kita gimana?”

Jimin tahu Jungkook tampak ragu dengan apa yang hendak diutarakannya, namun ia memilih untuk membiarkan Jungkook menyuarakan maunya. Jimin menunggunya, tak ingin mendesak lelaki yang tengah sibuk memilih kata dalam batinnya itu.

“Kalo setiap hari aku nginep di sini, boleh?” tanya Jungkook pelan, “I promise I’ll behave, be a good boy and a gentleman for you. I can cook- as you already know. Tapi aku ngga akan maksa kalo kamu keberatan, Ji. I’ll appreciate your choice dan ngga bakal kecewa berlebihan- janji.” ucap Jungkook pada akhirnya.

“Masa sih ga bakal kecewa kalo aku tolak?” tanya Jimin padanya, “Kalo aku jadi kamu, terus ditolak- kayanya aku udah ga mau ketemu dulu dua bulan.”

“Memangnya tahan ya ngga ketemu dua bulan? Aku enam hari aja udah mau gila rasanya.”

Jimin kembali melabuhkan satu ciuman hangat pada puncak kepala Jungkook tanpa aba-aba, membuat lelaki yang dipeluknya itu kembali salah tingkah, “Mana tahan, I got needs and wants, I need you and want you- udah sampe di tahap bingung kalo kamu ga ada juga. Jadi, kamu tau jawabanku kan?” Jimin lalu mencubit pelan pipi Jungkook dengan dua jemarinya, “Of course you can come everyday. I’ll spare your space in my closet.”

Jimin lalu menarik diri, melepaskan pelukannya pada Jungkook, memiringkan kepalanya seraya tersenyum manis, “Bukan cuma kamu yang mau egois- aku juga. Bahkan kalo bisa sekarang juga semua barang kamu sama Bam juga kamu angkut aja ke sini.”

“Serius? Ini ngga terpaksa karna takut aku bete kan?” tanya Jungkook memastikan, “Ini ngga bisa di-cancel loh jawabannya. I give you a minute to think about it.

“Ga perlu, I’ve decided. Kalo kamu ga ke sini, aku yang ke rumah kamu.”

“Jimin…”

Shush… Aku udah dua puluh sembilan tahun, aku bisa mutusin apapun yang aku mau. Aku bisa milih apapun, aku bisa nolak ataupun nerima sesuatu. And I know that I want. I know that I want you- since the beginning,” Jimin lalu kembali merentangkan tangannya, “So, welcome home, sayang.”

--

--

No responses yet