Giggles, and Love

raine.
7 min readJun 16, 2023

--

Suara air yang mengalir dari kamar mandi itu terdengar samar di rungunya. Yijeong yang telah bangun dan mandi lebih dahulu daripada kekasihnya itu kini tengah sibuk memilih baju mana yang hendak ia pakai hari ini untuk pergi menghabiskan waktu senggangnya bersama Yoongi, hingga ia memutuskan untuk memakai kemeja hitam yang baru Yoongi belikan untuknya- tentu saja karena ia ingin membuat lelaki itu senang karena barang pemberiannya langsung dipakai.

Ia lalu melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di kamar mereka, merapikan sedikit pakaiannya yang ia rasa kurang rapi kemudian mengambil ponselnya untuk mengambil beberapa foto dirinya melalui pantulan cermin tanpa menyadari bahwa Yoongi kini telah berdiri menatapnya dalam diam di belakangnya.

“What are you doing?” suara lembut Yoongi yang baru selesai mandi itu memecah keheningan. Yijeong bahkan belum sempat membalikkan badannya, kedua tangan Yoongi kini menyelinap seenaknya pada pinggang pinggang ramping miliknya, memeluk tubuh lelaki favoritnya.

Yijeong sontak tersenyum ketika Yoongi menyampirkan wajahnya pada bahu Yijeong, sementara tangannya semakin menarik tubuh itu untuk merapat dengannya.

“Ga ngapa-ngapain, foto aja.”

“Perfect,” puji Yoongi dengan suara rendahnya, “You’re so perfect, sayang.”

Yoongi yang masih menggunakan bathrobe itu tak dapat menahan diri untuk membubuhkan kecupan-kecupan manis pada sisi wajah Yijeong yang dapat diraihnya, “You’re so perfectly fine. Buat siapa cakep-cakep begini, hm?

Yijeong lalu menyandarkan punggungnya pada tubuh bagian depan Yoongi, menolehkan kepalanya ke arah wajah Yoongi dan mengecup singkat bibir tipis lelaki favoritnya, “Buat Min Yoongi. Jangan cemburu.”

“How lucky he is,” Yoongi mengecup singkat bahu Yijeong, kemudian kembali memusatkan pandangannya pada Yijeong yang kini tengah tersenyum menatapnya, “The Min Yoongi dude is so damn lucky for having this perfect man in his arms, right?”

“Aku ga sih yang beruntung? The most wanted man on earth justru lagi di sini, meluk aku.”

Yijeong mendapat satu lagi kecupan hangat pada pipinya, kemudian satu lagi pada bibirnya yang kini mengerucut lucu sebab Yoongi mencuri start, “Yoongi!”

“Apa, sayang?”

“Pake baju dulu, nanti masuk angin.”

“Kamu juga rambutnya belum kering ini? Nanti bisa masuk angin loh?”

“Dikit lagi kering kok, kamunya pake baju dulu gih?” pinta Yijeong pada Yoongi yang justru malah memejamkan matanya di bahu Yijeong.

“Sayang…” panggil Yijeong lembut, “Nurut yuk? Abis ini boleh peluk lagi.”

Yoongi sebenarnya tahu bahwa Yijeong memang bisa kapan saja menyerang pertahanan dirinya dengan sikap lembut nan manja yang hanya lelaki itu tunjukkan ketika bersamanya, seperti saat ini. Hati Yoongi sebenarnya tak sekuat kelihatannya, sebab sikap Yijeong yang seperti ini justru menjadi titik kelemahannya yang paling akurat, dengan tepat menyerang dirinya yang terlanjur jatuh pada sosok lelaki yang juga menjadi partner kerjanya itu.

Hng, ngga mau…”

Yijeong bersumpah ia ingin berteriak saat itu juga karena sikap manja Yoongi yang enggan melepas pelukannya.

“Yoongi…?”

“Bentar dulu, ya? Masih kangen banget.” tawar Yoongi pada Yijeong. Entah kenapa lelaki itu begitu merindukan Yijeong, padahal keduanya nyaris tak pernah berpisah sejak D-Day Tour dimulai. Mereka bahkan baru saja menikmati Phuket bersama, menikmati waktu istirahat berdua di tengah laut yang menjadi saksi kala keduanya bermesraan.

“Kangen terus, padahal aku di sini?” Yijeong mencubit pelan pipi Yoongi, merasa gemas dengan tingkah lelakiya. “Pake baju dulu, sayang. Ini nanti baju akunya ikut lembab gimana? Ini baju kesayangan aku.”

“Nanti aku beliin lagi,” gumam Yoongi yang masih enggan menjauh, “Mau Yijeong, mau peluk sampe besok.”

“Aku peluk selamanya nanti, tapi pake baju dulu. Kamu belum sembuh batuknya, nanti kalo masuk angin malah tambah parah, Gi…”

Menyadari ada kekhawatiran yang tersirat dalam suara Yijeong, Yoongi kemudian membuka kedua matanya, mengangkat kepalanya lalu melonggarkan tautan tangannya. Ia lalu membalik tubuh Yijeong untung berhadapan dengannya, “Pakein…”

Yoongi mendapatkan satu cubitan ringan pada lengannya dari Yijeong yang tak lagi dapat menahan diri untuk tak merasa gemas dengan kekasihnya yang terkadang kekanakan itu, “Ngaco banget, Min Yoongi.”

“Padahal aku lagi serius?”

“Gak ya, gamau. Pake sendiri, udah tua, sayang.”

“Tuh kan? Liat deh, sekarang aja ngga mau pakein aku baju, gimana nanti pas aku udah tua terus aku lemah, terus ngga bisa pake baju sendiri? Ditelantarin nih akunya pasti…”

“Sumpah, what’s wrong with you?” suara tawa Yijeong itu kini menggema merdu di kamar tidur keduanya, membuat kedua sudut bibit Yoongi ikut membentuk satu senyuman hangat, “Kenapa jadi clingy begini, hm?”

“Ngga tau, kamu bikin aku gila deh kayanya,” jawab Yoongi asal sambil menatap seluruh sisi wajah Yijeong di hadapannya, “Cakep banget, Ya Tuhan. Gimana ya biar ngga gila pas liat pacar sendiri begini? Besok aku masih waras ngga ya? You’re just too perfect I might cry…

Yijeong kembali tertawa terbahak lalu membenamkan wajahnya pada ceruk leher Yoongi, kembali memeluk tubuh kekasihnya, “Oh God, aku kuat ga ya pacaran sama kamu kalo tiap hari begini?”

“Harus kuat!” seru Yoongi bersemangat, “Kalo ngga kuat, nanti kita nikah aja. Segera. Biar aku bantu ngasih kekuatan.”

Obrolan tak berdasar itu tentu membuat kedua anak adam itu tertawa bersama. Yoongi dengan tingkahnya yang terkadang membuat Yijeong tak habis pikir itu selalu sukses membuat suasana hatinya membaik, nyaris lupa dengan rasa khawatir akan kondisi kesehatan Yoongi yang belum sepenuhnya pulih.

Membayangkan masa depan bersama tentu saja sering kali keduanya pikirkan. Bayangan soal bagaimana wajah tampan Yoongi-lah yang akan ia lihat pertama kala netranya terbuka, bagaimana lelaki yang lebih tua beberapa bulan darinya itu menyiapkan menu makan malam yang sudah dipastikan lezat sebab satupun masakan Yoongi tak pernah tak sempurna baginya. Bayangan soal keduanya yang menghabiskan waktu bersama di dalam studio milik Yoongi ataupun Yijeong, membuat banyak karya berdua, juga mungkin saja membuat memori manis di sana, entah semanis gula atau semanis pengalaman pertama keduanya.

Membayangkan momen di saat keduanya menjadi saksi atas putihnya rambut mereka. Sungguh, semuanya sudah terbayang sebab baik Yoongi maupun Yijeong tak pernah berpikir untuk menghabiskan hidup secara terpisah.

Bagi Yoongi, Yijeong itu sempurna. Sosok yang paling tepat untuk menemani hari-harinya. Sosok paling tepat untuk dirinya, dan tak akan ada debat di atas pendapatnya itu.

“I love you,” bisik Yoongi tiba-tiba dengan mata yang menatap dalam mata milik Jang Yijeong di hadapannya, “I love you so much, jadi aku bakal jadi penurut.”

“Good boy,” puji Yijeong sembari mengacak pelan rambut Yoongi yang basah, “My good boy.”

Yoongi lalu mengerucutkan bibirnya, memberi kode agar Yijeong menciumnya.

“Pake baju dulu, baru nanti aku cium sampe kamu puas.” ucap Yijeong sambil menyentuh pelan puncak hidung bangir kekasihnya, “Kalo aku cium sekarang, malah makin ga pake baju kamu.”

Yijeong dengan sengaja menggodanya, lagi. Dan kali ini lelaki itu bergerak menjauh dengan cepat, takut Yoongi kembali menangkapnya dan justru mewujudkan keinginan terdalamnya.

“Nakal ya pikirannya, Yijeongie.”

“Udah ih cepet pake bajunya! Kalo mau peluk sama cium, nurut sama aku.”

Tawa geli Yoongi itu terlampau lucu, memperlihatkan barisan gigi kecil juga gusi merah mudanya yang selalu terlihat tiap kali lelaki itu tertawa. Hati Yijeong menghangat, merasa bahagia dengan waktu yang keduanya habiskan dengan sederhana. Tak perlu makan malam mewah, hanya tertawa berdua di dalam kamar seperti ini justru menjadi hal mahal yang selalu dihargai keduanya.

Yoongi lalu melepas bathrobe-nya dengan sengaja di hadapan Yijeong, membuat rona merah dengan cepat menjalari wajah sempurna lelakinya yang tersipu karena godaannya yang sengaja, “Udah sering liat kok masih malu?”

“A-apa sih! Ga sopan banget Min Yoongi!” Yijeong dengan cepat menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Yoongi tak berhenti tertawa, namun ia juga tak hanya diam di sana. Ia berbalik badan, mengambil dua helai kain di atas nakas lalu berpakaian. Kaus oversize juga celana jogger berwarna hitam itu dipilihkan Yijeong untuk ia pakai, agar senada dengan baju kekasihnya kenakan.

“Udah nih, udah pake baju.” ujar Yoongi pada Yijeong yang masih menutup wajahnya, “Samaan sama pacar, all black from head to toe.

Yijeong kemudian menoleh kearahnya, dan menghela nafas lega kala melihat tubuh Yoongi kini sudah terlapisi baju yang layak. Ia lalu membentangkan kedua tangannya, tersenyum manis ke arah Yoongi, “Udah ganteng. Sini peluk?”

Yoongi mengambil apa yang pantas ia dapatkan dari lelakinya, pelukan hangat juga banyaknya kecupan manis di sisi wajahnya dari Jang Yijeong. Pelukan erat itu berlangsung lama, tanpa ada suara lain selain suara deru nafas yang keduanya hela bersama. Yijeong kemudian menarik diri tanpa melepas pelukannya, memiringkan kepalanya, memposisikan bibirnya tepat di depan bibir Yoongi. Ujung bibir mereka bertemu namun tak saling menyapa. Sengaja, keduanya kini saling mengisi ruang sabar masing-masing.

Tentu saja Min Yoongi adalah pihak pertama yang tak mampu menahan diri. Miliknya jadi yang pertama bertamu, membelai pelan bibir Yijeong, membawa keduanya terhubung pada ciuman hangat yang selalu menjadi candu.

Yijeong memberikan apa yang ia janjikan, membiarkan Yoongi melakukan apapun yang ia mau pada dirinya. Menciumnya dengan lembut, menjadi tergesa, hingga gigitan kecil pun rela ia dapatkan. Yijeong tak mengeluh, namun suara lenguhannya menjadi bukti bahwa Yoongi melakukan hal yang tepat. Kedua tangannya kini bergerak naik, mengusap bagian belakang kepala Yoongi sembari meremat pelan rambut panjang kekasihnya sementara bibirnya masih sibuk menyuarakan rasa.

Tautan tangan Yoongi pada pinggangnya itu ikut mengerat, menarik tubuh kurus Yijeong untuk semakin masuk ke dalam pelukannya, tak peduli berapa lama waktu yang keduanya habiskan hanya untuk saling memuja.

“Shit,” desis Yoongi tiba-tiba kala ciuman mereka terjeda, “I can spend whole of my time doing this with you.”

“Orang gila,” Yijeong terkekeh geli mendengarnya. Ia lalu kembali menyurukkan wajahnya pada leher Yoongi, menghirup wangi maskulin kekasihnya sembari kembali memberi afeksi.

“Orang gila gini bisa bikin kamu gila loh?”

Kalimat asal yang Yoongi lontarkan itu kembali sukses membuat suara tawa Yijeong terdengar. Yoongi lalu menarik diri, meninggalkan masing-masing satu kecupan pada kening dan puncak hidung Yijeong, “Aku beresin koper dulu ya, sayang. Abis ini kita pergi berdua, kamu ngga boleh kasih tau anak band kita pergi ke mana. I only want to spend the day with you.

“Alright, possessive boy. I will not tell them.”

Yijeong lalu mengecup singkat pipi mulus Yoongi sebelum lelaki itu berjalan pergi. Ia sengaja tak membantunya. Ia lebih memilih untuk kembali sibuk melihat pantulan dirinya pada cermin tadi, merapikan bajunya yang mulai berantakan sebab Yoongi tak mau melepaskan diri. Rambut panjangnya yang masih sedikit basah itu menjuntai malas menutupi sebagian wajah tampannya, namun Yijeong tak menyingkirkannya karena ia justru suka dengan hasilnya. Ia mengambil beberapa gambar dirinya tanpa melihat sekitar, tanpa melihat kasur di belakangnya yang berantakan, juga kaus tidur Yoongi yang tersampir pada sudut ranjang yang menjadi bukti bahwa keduanya selalu bersama.

--

--

No responses yet