Usai menyelesaikan sesi pengumuman atas keputusannya, Eijaz kini telah dapat menguasai dirinya dengan baik. Ia sudah tak lagi terisak sedih, melainkan sibuk berlari kecil mengelilingi panggung diiringi dengan instrumen musik yang menjadi pertanda bahwa konser terakhirnya akan segera berakhir. Ia tak lelah melambaikan kedua tangannya ke arah Jazziest yang turut serta melambaikan tangan mereka kepadanya. Dengan senyuman lebar khas paras indahnya, Eijaz juga membungkukkan tubuhnya, berterima kasih kepada para penggemarnya yang masih menyayanginya.
“Thank you, Jazziest. Thank you…” ucap Eijaz sambil menepukkan sebelah tangannya di dada dan membungkuk sopan.
Ia lalu melanjutkan langkahnya, berjalan mengelilingi panggung untuk mendekat kepada penggemarnya. Ia tak sadar bahwa lampu di dalam sana telah meredup, hingga suara teriakan heboh Jazziest menggema di sana. Eijaz tampak bingung sesaat sebelum ia mengikuti arah tangan para penggemarnya yang menunjuk ke arah panggung utama.
Ada wajah yang ia kenali di sana, di layar besar yang menjadi latar panggungnya. Wajah tampan yang tengah tersenyum- yang sudah pasti adalah senyum untuk Eijaz seorang. Mata Eijaz yang masih sembab akibat tangisannya tadi itu kembali diisi penuh dengan air mata. Ia yakin ia tubuhnya bisa ambruk kapan saja karena hari ini ia sudah melalui banyak hal, namun tak pernah terlintas di benaknya bahwa di hari terakhir konsernya itu ia akan mendapat kejutan tak terduga dari sang kekasih, Ghaffar Ozanich Kayana.
“Hi, Sunflower!” sapa Ghaffar pada video yang diputarkan di sana, “You’re doing great and I’m proud of you as much as you are proud of me. Here’s a little surprise that I’ve prepared before, and thanks to your loving manager, Kak Hugo, and your best friend, Kak Jerry to make this happen.”
Tangis Eijaz pecah seketika, tak lagi kuasa menahan rasa haru yang membuncah karena Ghaffar juga kembali membuktikan bahwa ia berani melangkah maju bersamanya. Ghaffar yang tak pernah mau menjadi pusat perhatian karena rasa takutnya, kini membiarkan seluruh dunia tahu bahwa Eijaz adalah miliknya.
“You know you’re worthy, Kak. And you’re a lovely person as you are today. And you never failed to make us all proud and happy to see you. Today’s a big day, either for you or for me- for both of us in each other’s version. Me in my boxing match, and you in your concert. Both of us are the winner today- please remember that in the future.” ucap Ghaffar pada layar itu dengan senyum manis yang selalu membuat Eijaz jatuh cinta.
“As today’s special day for both of us- and more special for you, I want to say these; My first gift for you is a bouquet of sunflowers. When you asked ‘what’s the reason’, I answered ‘it’s pretty, just like you’. It’s all true, you’re the prettiest human alive, I can’t even believe my eyes every time I see your smile- your beauty is ethereal. I’m pretty sure that Jazziest will agree, right? On top of that, I adore you so much, Kak. Your presence is the light of my life. You gave me strengths that I never thought I need in my life. Your beautiful voice is the source of strength that your Jazziest will love for a very long time. You are the form of strength and life, for so many people, especially mine. And with you, I let myself free from the haunting memory. You make our lives feel so magical with you in them. To my dearest Eijaz Javas Arsalan- my loving boyfriend, please, be happy.”
Suara riuh teriakan dan tepukan tangan semua orang yang berada di dalam stadium itu menggema hebat, membuat tubuh Eijaz bergetar karena rasa bahagia yang membuncah tanpa bisa ia tahan. Air matanya tak kunjung berhenti mengalir, namun semua orang yang melihatnya tahu bahwa itu adalah air mata bahagia. Eijaz, yang kini juga menemukan ‘hidup’nya pada Ghaffar itu tak lagi ragu untuk menunjukkan rasa cintanya.
Ia baru saja hendak melangkah maju menuju panggung utama ketika seluruh lampu di dalam sana padam total, tak menyisakan satu cahaya pun yang tertangkap netranya. Eijaz tak mampu bergerak dalam posisinya, ia hanya melepaskan ear plug-nya untuk mendengar suara Jazziest di sana. Ia lalu hendak bersuara untuk menenangkan para penontonnya, namun ternyata mic-nya tak mengeluarkan suara apapun. Beberapa detik kemudian, lightstick- penggemarnya pun menyala serentak, menunjukkan berbagai warna yang terlihat indah baginya. Eijaz yang masih kebingungan lalu dibuat nyaris kehilangan keseimbangan untuk kesekian kali ketika melihat sosok Ghaffar Ozanich Kayana duduk di tengah panggung, di bawah sinar lampu sorot dan memegang gitar kesayangannya.
“Hi, babe. I come to keep my promise; to attend your concert. And please allow me to use your stage to present this…” izin Ghaffar sambil menebar senyuman hangat sebelum mulai memetikkan gitarnya dan untuk kali pertama, bernyanyi untuk Eijaz di hadapan banyak orang.
You and I,
We’ve been at it so long
And still got the strongest fireYou and I,
We still know how to talk
Know how to walk that wireSometimes I feel like the world is against me
The sound of your voice,
Baby, that’s what saves me
When we’re together I feel so invincible…
Eijaz berdiri terpaku di ujung panggung, berjarak puluhan langkah dari Ghaffar di panggung utama. Tubuhnya tak mampu bergerak, telapak tangan mungilnya sibuk menutupi wajahnya yang memerah karena tangis bahagianya. Ia tahu Ghaffar juga memiliki hobi yang sama dengan dirinya- bermusik. Namun Ghaffar hanya membiarkan bakat itu diketahui oleh orang terdekatnya. Ghaffar, yang percaya akan magis yang dimiliki oleh Eijaz itu tak sadar bahwa suara lembutnya juga sanggup membuat jutaan hati manusia jatuh padanya.
’Cause it’s us against the world
You and me against them all
If you’re listening to these words
Know that we are standing tall
I don’t ever see the day
That I won’t catch you when you fall
’Cause it’s us against the world tonight
Suara lembut Ghaffar yang bernyanyi di sana membuat tubuh Eijaz dipenuhi dengan rasa hangat yang menjalar cepat mengisi tiap sisi yang ada. Ini bukan kali pertama Ghaffar bernyanyi untuknya, namun tentu ini adalah yang paling bermakna dan tak akan ia lupakan seumur hidupnya.
Ghaffar yang tak pernah punya keberanian untuk menunjukkan diri, kali ini mengalah demi Eijaz. Demi senyuman Eijaz.
There’ll be days
We’ll be on different sides
But that doesn’t last too longWe find ways
To get it on track
We know how to turn back onSometimes I feel I can’t keep it together
Then you hold me close
And you make it better
When I’m with you I can feel so unbreakable’Cause it’s us against the world
You and me against them all
If you’re listening to these words
Know that we are standing tall
I don’t ever see the day
That I won’t catch you when you fall
’Cause it’s us against the world tonight
Eijaz di sana, berdiri menopang beban tubuhnya sendiri. Satu tangannya ia angkat ke udara untuk memberi semangat pada lelaki yang berani melangkah jauh bersamanya. Kepalanya ikut bergerak ke kiri dan ke kanan, mengikuti alunan suara merdu sang kekasih yang bernyanyi untuknya. Lagu yang dipilih oleh Ghaffar itu dengan dahsyatnya mengisyaratkan makna kuat untuk dirinya dan juga Ghaffar yang sama-sama memulai langkah besar dalam hidup masing-masing.
Ghaffar, bernyanyi dengan suara merdunya, sesekali mencuri pandang ke arah Eijaz yang tak melepaskan pandangan pada dirinya. Tersenyum tipis kala melihat bagaimana Eijaz menikmati kejutannya.
We’re not gonna break
’Cause we both still believe
We know what we’ve got
And we’ve got what we need, alright
We’re doing something right’Cause it’s us against the world
You and me against them all
If you’re listening to these words
Know that we are standing tall
I don’t ever see the day
That I won’t catch you when you fall’Cause it’s us against the world
You and me against them all
If you’re listening to these words
Know that we are standing tall
I don’t ever see the day
That I won’t catch you when you fall
Us against the world
Yeah it’s us against the world baby
Us against the world tonight
“Us against the world, you and me against the world…” kalimat sederhana yang mampu dengan hebatnya mengobarkan semangat baru dua jiwa manusia yang kini akan selalu berbagi kisah bahagia bersama.
Dengan berakhirnya lagu yang dinyanyikan Ghaffar, Eijaz kemudian melangkahkan kakinya dan berlari cepat ke arah Ghaffar dan menghambur ke dalam pelukan hangat sang kekasih yang tak pernah gagal menenangkannya. Kedua tangan Ghaffar kini merengkuh tubuhnya erat, diiringi dengan sorakan riuh penggemar Eijaz yang ikut berbahagia bersama mereka di sana.
“You come…” ucap Eijaz pelan sambil berusaha keras menahan air matanya yang kembali terisi, “Kamu dateng, kamu nepatin janji…”
“I’m a man of my word.” ucap Ghaffar singkat sebelum mengeratkan pelukannya pada tubuh Eijaz.
“It’s happy tears, right? Are you happy?” tanya Ghaffar pada Eijaz.
“This is one of the happiest moments in my life, Ghaf...” ungkap Eijaz jujur, “Thank you so much…”
“Anything for you, love. It’s us against the world, remember?”
Eijaz tak menjawabnya dengan jawaban vokal. Lelaki yang lebih tua itu menarik diri dari pelukannya, mengangkat wajahnya untuk menatap paras tampan lelaki yang sudah beberapa bulan mengisi hidupnya. Kedua telapak tangannya itu kini menangkup hangat wajah Ghaffar, membelai pelan kulit halus milik sang kekasih sebelum berjinjit dan menempelkan bibirnya pada bibir tipis milik Ghaffar.
Eijaz menciumnya.
Eijaz menciumnya di hadapan semua manusia yang sudah dengan sukses dibuat iri oleh keduanya.
Ghaffar yang sedikit terkejut itu tak mampu melawan karena ia tahu Eijaz juga adalah kelemahannya. Tak lagi peduli dengan kedua orang tuanya dan sang kakak yang berada di VIP Section, Ghaffar menyambut Eijaz. Ghaffar membalas ciumannya tanpa berpikir panjang lagi, menyesap bibir manis Eijaz yang selalu menjadi candu. Baginya, Eijaz akan selalu menjadi prioritas juga tujuan hidupnya.
“I have another surprise,” bisik Ghaffar di tengah ciuman mereka. Eijaz yang masih belum kembali sadar itu menatap kedua manik bambi milik Ghaffar dengan nafas terengah, “Come here.”
Ghaffar melepaskan pelukannya pada tubuh Eijaz. Ia lalu menautkan tangannya dengan tangan mungil milik Eijaz dan menariknya pelan, berjalan menuju ujung panggung tempat Eijaz menontonnya tadi. Ghaffar lalu memberi sinyal pada stage crew melalui mic yang tadi ia sematkan pada saku jaketnya, “Now.”
Lampu di sana kembali redup sesaat setelah Ghaffar memberi kode. Matanya lalu mengikuti sorot lampu utama yang mengarah pada VIP Section tempat keluarga Ghaffar berada. Tangis Eijaz kembali pecah tatkala melihat dua sosok yang paling ia rindukan berada di sana, melambaikan kedua pasang tangan mereka ke arah Eijaz.
Tubuhnya limbung, tak lagi sanggup menampung semua rasa bahagia yang telah memenuhinya sejak ia menonton pertandingan Ghaffar di Las Vegas siang tadi. Satu tangan Ghaffar dengan cepat merangkul pinggangnya, menarik tubuh Eijaz yang bergetar hebat karena isak tangis harunya.
Orang tuanya di sana, menonton persembahan terakhirnya sebelum beristirahat penuh dari aktivitas yang paling menyita waktunya selama ia hidup.
“Ghaf…”
“Sssh, it’s okay, I got you, Baby. Always got you…”
Ghaffar lalu melepas pelukannya, membiarkan Eijaz memeluk hangat dua sosok manusia yang menghadirkannya ke dunia. Sosok yang sudah bertahun lamanya hidup berdua, membiarkan ia meraih mimpi besarnya.
“We miss you a lot too, Son.” ungkap sang ayah dengan wajah yang juga sembab dibasahi air mata bahagia, “We’re proud of you, always proud of what you’ve become, Eijaz.”
Siapapun di sana rasanya tak mungkin tak merasa haru melihat pemandangan yang menyentuh itu. Eijaz yang kembali berkumpul dengan keluarga yang telah lama tak dikunjunginya, Eijaz yang baru saja mengungkapkan bahwa ia merindukan orang tuanya, hingga dua sosok yang dirindukannya itu hadir tanpa sepengetahuannya.
“Ghaffar’s the good one, Ei. Mama loves him already and it’s pretty obvious that both of you are madly in love with each other.”
“Ghaffar yang ngontakin Mama sama Papa?” tanya Eijaz yang lagi-lagi dibuat terkejut.
“He’s the one who set the whole scene, Ei. He made sure that everything was perfect until today. He wants to make you happy.”
Eijaz menatapnya tak percaya, menggelengkan kepalanya ke arah Ghaffar yang tersenyum di sana, “Ghaf…”
“Anything for that smile, Kak.” ucap Ghaffar pada Eijaz sebelum melemparkan senyumnya kepada sang kekasih.
Eijaz lalu kembali memeluk erat kedua orang tuanya. Merindukan pelukan hangat dua sosok manusia yang tak pernah berhenti mendukung langkahnya hingga hari ini. Eijaz dapat melihat nyaris seluruh penggemarnya ikut terhanyut dalam suasana haru itu, ikut berbahagia untuknya. Ribuan penggemarnya di sana, menjadi saksi hari terbaik dalam hidupnya.
“Now it’s time to go home, Son.”