Love Could Heal The Pain

raine.
7 min readJun 23, 2023

--

Yijeong mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, berharap agar dirinya cepat sampai dan menggapai Min Yoongi yang kini menjadi pusat perhatian dan perbincangan banyak manusia di agensinya. Yijeong memang sengaja tak menggubrisnya karena ia masih butuh waktu untuk melupakan kejadian itu, meski hatinya sudah memaafkan Yoongi.

Hari yang cerah sudah berganti malam yang dinginnya sedikit membuat kulit putihnya merinding kala kakinya menjejakkan kaki keluar dari mobil. Tak sulit bagi Yijeong untuk tahu di mana Yoongi berada, karena tempat itu bermakna bagi keduanya. Langkah kakinya menderap kuat seirama dengan laju debaran jantungnya yang tak karuan karena gelisah, amarah, juga karena ia rindu.

Netranya dapat dengan cepat menangkap sosok Min Yoongi yang tengah duduk di salah satu sisi ruangan yang sepi, tempat di mana hubungan keduanya berciuman mesra untuk kali pertama di luar rumah masing-masing. Langkahnya melambat, tak ingin mengganggu Yoongi yang tengah memejamkan kedua matanya. Wajah tampan itu terlihat lelah, sembab dan pucat. Yijeong dapat melihat pergelangan kaki Yoongi yang tengah dibaluti perban, dan hatinya meringis seketika.

“Yoongi…” bisiknya lirih.

Kedua sudut bibir Yoongi terangkat terlebih dahulu daripada netranya terbuka, merasa lega kala rungunya dapat dengan jelas mendengar suara yang amat ia rindukan.

“Hai,” sapanya sopan. Namun senyuman itu ternyata tak bertahan lama sebab rasa haru dengan cepat mengisi dirinya.

Yijeong juga merasakan hal yang sama, ia lalu berjalan maju, meraih kepala bagian belakang Yoongi dan menariknya untuk masuk ke dalam pelukan hangatnya. Tanpa suara, Yijeong membiarkan Yoongi terisak karena rasa bersalah di dalam pelukannya.

Kedua anak adam itu kini sudah lebih tenang setelah menghabiskan nyaris satu jam tanpa bicara. Hanya suara yang terisak juga hembusan nafas hangat yang terasa di sana. Yijeong tak sedetikpun melepaskan pelukannya, membiarkan Yoongi sibuk menyalahi diri dalam batinnya sendiri. Hatinya ikut sakit sebab Yoongi tak pernah memperlihatkan sisi lemahnya sebelum ini. Yijeong tak mampu mengeluarkan sepatah katapun, maka yang dapat ia berikan hanyalah rasa tenang yang sudah pasti Yoongi dapatkan darinya.

Pelukan Yoongi pada pinggang ramping kekasihnya itu mengendur. Ia lalu menarik diri sedikit untuk mendongak, menatap paras indah yang menjadi alasan untuknya berdiri setiap hari. Wajah lelah Yijeong itu masih tampak cantik kala tersenyum padanya, yang dengan cepat membuat relung hati Yoongi kembali diisi rasa yang semakin besar adanya.

“Baju kamu basah…” ucap Yoongi sembari menatap kaus polo abu-abu yang dikenakan Yijeong basah karenanya, “Maaf ya…”

“Gapapa, nanti kan kering sendiri.”

Keduanya kembali terdiam. Telapak tangan Yijeong masih mengusap pelan sisi belakang kepala Yoongi.

“Kamu kaya bayi, Gi.” tutur Yijeong tiba-tiba sambil tersenyum manis, “Bisa nangis juga anak nakal ini.”

“Maaf…”

Yijeong lalu melepaskan tautan tangan Yoongi pada pinggangnya, lalu duduk di sebelah Yoongi, “Bukan gini caranya minta maaf, Gi. Yang ada masalahnya bakal makin gede, makin sulit ditangani. Impact-nya juga ke image baik yang udah kamu bangun bertahun-tahun.”

“Aku salah. I fucked up real bad and, a-and I don’t know how to fix the mess I made. I tried to call you, and sent you a lot of messages every day, aku bahkan ke rumah kamu, tapi password-nya kamu ganti.” Yoongi menjeda kalimatnya untuk menarik nafas, mengatur ritme jantungnya yang kembali tak beraturan, “It breaks my heart so bad, thinking about losing you is hurt as fuck, I can’t deal with the pain… W-we can fix this, right? We can fix this, Yijeongie, I can’t lose you…”

“Kenapa kepikiran kalo bakal kehilangan aku, hm?” tanya Yijeong lembut.

“Kamu ngga mau ketemu aku, you won’t even texted me back, sehuruf juga engga. Kamu ganti password rumah, terus pas aku bilang aku sakit, kamu cuma bilang, ‘GWS, Gi.’..”

“Ngga salah kan? Kan aku doain biar kamu cepet sehat?”

“Ngga gitu…” Yoongi kembali menunduk. Tangannya kemudian meraih tangan Yijeong dan menggenggamnya erat, “Aku lebih baik kamu marahin, kamu maki, kamu teriakin, daripada harus didiemin kaya gitu. Aku tau aku salah, dan aku pun sadar kata-kata itu seharusnya ngga pernah keluar dari mulut aku. Aku ngebiarin emosiku menang, padahal aku cuma khawatir. Aku khawatir karna kamu susah dihubungi kalo udah sibuk, aku khawatir kamu makan ngga teratur, terus gerd-nya kumat. Aku kangen. Aku kangen sekali, cuma ternyata yang keluar malah kata-kata jahat itu. Padahal sekalipun aku ngga pernah ngeraguin intentions kamu…”

“Kamu tau ngga, kalimat kemaren itu bikin aku questioning about my worth loh…” ucap Yijeong jujur sembari tersenyum pahit, “Aku jadi mikir, apa memang aku seharusnya ga usah ikut partisipasi di album kamu, ngga usah ikut tour kamu, ngga usah terang-terangan ngasih dukungan ke kamu; as a producer, or as your boyfriend.

“Sayang…”

“Omongan kamu jahat, Yoongi. Aku sakit hati. Aku bingung salahnya di mana sampe bikin kamu kesal sebegitunya, padahal menurutku aku udah cukup ngasih tau kalo aku bakal sibuk dan kamu bakal ngerti, like you always do. Tapi kamu malah mikirnya aku cuek karna aku udah dinotis orang banyak, padahal aku cuma mau dinotis Min Yoongi…”

Yijeong kemudian menatap kedua mata Yoongi bergantian. Menarik nafas panjang dan menghelanya perlahan sebelum melanjutkan.

“Aku masih jauh dari kata baik, Gi. Tapi aku terus coba buat lebih baik setiap harinya. Tiap bangun pagi, yang aku inget kamu as my boyfriend, not as a musician. Spotlight, fame, attentions, I don’t need them all. Aku udah cukup bersyukur dengan yang sekarang aku punya. Aku ngga peduli hal itu selama aku punya kamu, Gi. Aku cuma mau atensi kamu, aku cuma mau diakui kamu. Aku cuma mau dilihat kamu. I worked with them karena kamu bilang aku bisa lebih dari ini kalo kerja sama produser yang lebih besar. Kamu yang dukung aku buat ekspansi, kamu yang dorong aku buat lebih belajar lagi karena kamu terus-terusan bilang aku bisa lebih besar dari ini. I do it all because of you, aku mau bikin kamu bangga. Aku mau dibanggain kamu. And I’ll live the rest of my life in peace…”

Yoongi dapat melihat kedua mata Yijeong yang berkilat basah karena air mata yang sudah berkumpul di matanya. Puncak hidung lelakinya itu memerah, terlihat sangat menggemaskan namun hatinya kembali sakit kala mengingat ia-lah penyebab air mata Yijeong turun kali ini.

“It breaks my heart when I read your text, ‘I can throw all the fame away for you, but seems like I will never get the same from you…’” ucap Yoongi tiba-tiba.

“So you decided to cancel the concert because of that?”

“Iya…”

“Terus apa yang kamu harapin setelah itu?”

“Jang Yijeong, cuma mau Jang Yijeong…” gumam Yoongi pelan, berkata jujur karena memang alasan ia tiba-tiba membatalkan konsernya adalah ingin mendapatkan perhatian kekasihnya sendiri.

“Yoongi,” panggil Yijeong lembut, “Aku tau kalo kamu punya kapasitas untuk ngelakuin itu semua. Aku tau kamu punya hak untuk ngadain konser, juga ngebatalin konser. Tapi, ketika kamu ngebatalin semua itu cuma gara-gara aku, kamu ngga keren, sayang…”

“H-hah?”

The Min Yoongi that I know for years, itu manusia yang bertanggungjawab atas apa yang udah dia mulai. Orang yang bakal terus berusaha buat nyelesaiin apapun yang udah dimulai- dengan segala resiko yang ada. Min Yoongi yang itu adalah Min Yoongi yang aku hormati sampe hari ini, Min Yoongi yang jadi panutan banyak orang yang tau gimana pribadi kamu as a human. Mungkin kedengarannya manis ketika kamu ngelakuin sesuatu yang besar untuk pasanganmu, tapi ngga gini caranya, sayang. Banyak manusia di luar sana yang udah nunggu bertahun-tahun untuk ketemu kamu, yang bahkan keliatan jelas dari tempatnya berdiri aja engga. Rela dateng jauh-jauh, rela bayar mahal untuk ketemu Min Yoongi yang keren itu. Min Yoongi yang keren itu pacarku, pacarnya Jang Yijeong. SUGA dan AGUST D-nya El Capitxn. Dan SUGA yang disayangi sama banyak manusia di luar sana. Secinta-cintanya kamu sama akupun, harusnya hal ini ngga pernah ada di dalam kamus hidup, Gi. Walaupun karena keputusan gegabah ini aku juga paham sesuatu…”

“Paham apa?” tanya Yoongi bingung.

“That you’d throw anything away for me too…” jawab Yijeong sambil mencubit pelan pipi kekasihnya, “Walaupun cara ini ngga keren. Jadi, sekarang tolong kamu beresin ya? Bilang kalo konsernya tetap akan dilangsungkan. Ngga apa-apa kalo malu sekarang daripada malu besok, hm?”

Kedua lelaki itu kini berjalan beriringan dengan tangan yang saling tertaut erat. Perasaan keduanya sudah jauh lebih baik tatkala masalah yang menjadi momok besar di dada keduanya kini telah terangkat. Yoongi yang tak mampu meredupkan senyumnya itu sesekali mencuri pandang pada sosok lelaki cantik yang mengisi jiwanya, yang juga menjadi sumber rasa tenang baginya.

“Jadi, aku dimaafin kan?” tanya Yoongi pelan saat kaki mereka berhenti di sisi mobil.

“Besok-besok kalo kesel, tarik nafas panjang dulu, jangan langsung ngegas, ya?” pinta Yijeong padanya, “Aku udah maafin, tapi belum tentu aku lupa loh…”

“Jangan gitu…” suara manja Yoongi yang setengah merengek itu sukses membuat Yijeong tertawa di sebelahnya, “You still love me, right?”

“Of course, idiot!” jawab Yijeong sambil mencubit gemas pipi Yoongi.

People said that love could heal the pain, sayang. Aku tau mungkin ngga bakal mudah buat lupain kata-kata kasarku, but I’ll show you. I’ll love you even more, and more, and more…”

Yijeong lalu terkekeh pelan dan menjawab, “You have to prove it, Bro.”

Yoongi belum sempat memprotes kata panggilan yang tak disukainya, namun bibirnya kini telah dibubuhi kecupan hangat oleh Jang Yijeong.

“Udah aku bilang jangan panggil itu?”

“Kalo kamu nakal sekali lagi, it’ll be ‘bro’ and no more ‘sayang’. Wlee~”

--

--

No responses yet