Satu hal sederhana yang selalu disyukuri Eijaz adalah keberadaan Ghaffar yang selalu sukses membuatnya senang bukan main. Hal-hal yang Eijaz pikir akan terlihat berlebihan, nyatanya justru membuat ribuan kupu-kupu di dalam tubuhnya nyaris tak pernah tidur. Ghaffar yang selalu bertindak berdasarkan intuisinya, tak pernah gagal membuat kedua sudut bibir Eijaz terangkat, tersenyum lebar hingga kedua mata cantik itu membentuk bulan sabit favoritnya.
Seperti saat ini, beberapa jam sebelum Eijaz berangkat untuk persiapan showcase-nya, Ghaffar yang selalu tak memberitahunya jika ia hendak menghampiri justru berdiri dengan membawakan sebuket bunga matahari juga dua kotak yang berisikan makanan buatannya. Memastikan bahwa Eijaz dalam keadaan baik sebelum showcase-nya.
“Maaf ya, Kak, aku malah pagi-pagi ke sini padahal harusnya kamu udah berangkat ke lokasi.”
“Kamu tau ga, kalo udah pacaran tuh ga boleh sering bilang maaf kalo ga bikin salah? I’m happy now, thanks to you. Aku lebih menerima ucapan ‘love you, Eijaz’ ketimbang maaf. Ayo coba cepet bilang?”
Ghaffar menunjukkan senyuman lebar yang memperlihatkan gigi kelincinya pada Eijaz dan berbisik tepat di telinga Eijaz, “Love you to bits, sayang.”
Eijaz melingkari kedua tangannya pada pinggang Ghaffar, menempelkan sisi wajahnya pada dada milik sang kekasih, menikmati irama detak jantung lelaki itu yang selalu menenangkannya.
“I hope one day you’ll be there, in the middle of Jazziest in my show, cheering for me loudly from there and I’ll fly some kisses just for you. One day…”
Ghaffar membubuhkan banyak kecupan singkat di puncak kepala Eijaz setelah mendengar harapan besar dari sang kekasih. Membayangkan dirinya berada di antara ribuan fans Eijaz merupakan satu hal yang tak pernah terlintas pada pikirannya.
“I will. I definitely will. But for now, I really want to keep you for myself only… Jangan sampe ada yang tau kalo kamu punyaku, nanti aku hajar orangnya kalo berani ganggu kamu.”
“Dasar pacar egois!” Eijaz mencubit satu sisi pipi Ghaffar, merasa gemas dengan lelaki yang usianya empat tahun lebih muda itu, “You’re not even Jazziest, tapi dapet privileges lebih banyak dari Jazziest yang udah bertahun-tahun sama aku loh? Harusnya aku dapet hadiah ga karna udah ngasih ultimate privileges buat kamu?”
“Kakak mau apa? Sebutin.”
“A kiss on here,” ujung jari telunjuk Eijaz menunjuk keningnya sendiri, “One on here,” ia kemudian menunjuk puncak hidungnya, “One on each sides,” Eijaz menolehkan wajahnya ke kiri dan ke kanan, bermaksud untuk menunjukkan kedua pipinya, “Di sini juga, satu,” ia menunjuk dagunya, “and here,” ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya ke arah Ghaffar.
“I don’t have so much time to wait, Ghaffar, aku udah harus berangkat ke lokasi…”
Ghaffar yang menatapnya sambil tertawa kecil itu membuat Eijaz tak sabaran pada posisinya, merengek seperti anak kecil yang sedang meminta sesuatu yang sangat ia inginkan. Meski ia ingin sekali menikmati pemandangannya saat ini, Ghaffar dengan cepat mengabulkan semua keinginan Eijaz. Ia membubuhkan satu kecupan di puncak kepala Eijaz, kening, puncak hidung, kedua pipi, dagu, hingga pada bibir ranum milik Eijaz yang tak pernah gagal membuatnya candu.
Eijaz tersenyum puas, mendapatkan semua hadiah yang ia inginkan dari Ghaffar. Dengan senyuman yang terukir indah di paras cantiknya ia memiringkan kepalanya, bersikap lucu di hadapan Ghaffar yang membuat lelaki tinggi itu total merasa gemas karena sikapnya membuat Ghaffar melihatnya seperti anak kecil, “Makasih, sayang. Aku suka hadiahnya.”
Kedua tangan Ghaffar yang melingkar pada tubuh ramping Eijaz itu menarik tubuh sang kekasih untuk kembali saling bertukar pelukan hangat, “You can ask me anything you want, sayang.”
“Ghaf?”
“Hm?”
Belum sempat Ghaffar membuka mulutnya, Eijaz sudah kembali membungkamnya dengan bibir miliknya, “Semangat latihannya hari ini, don’t push yourself too hard!”
“Noted, babe.”
Ghaffar kembali membelai permukaan bibir tebal Eijaz dengan bibir tipis miliknya, membawa keduanya terbuai dalam ciuman hangat yang tak mau mereka bagi dengan siapapun. Ghaffar membawa satu tangannya ke sisi wajah Eijaz, menahannya agar ia bisa mendominasi. Eijaz terkesiap kaget, Ghaffar yang baru pertama kali memiliki kisah cinta dengannya kini menciumnya bak seorang pencium ahli. Lelaki yang lebih tua itu tak sanggup melayangkan protes, lantas yang ia lakukan hanya menarik tubuh Ghaffar untuk mendekat, mengikuti irama permainan yang dimulai oleh sang kekasih.
Seluruh bagian tubuhnya memanas, menikmati sentuhan Ghaffar melalui tautan bibir. Nyaris kehabisan nafas, Eijaz yang berusaha menarik diri justru tak diberi izin oleh lelaki yang lebih mendominasi. Bilah bibirnya yang terbuka dengan maksud untuk mengais pasokan oksigen justru dimanfaatkan Ghaffar untuk melibatkan lidahnya yang entah sejak kapan menjadi senjata baru yang melumpuhkan seluruh sistem saraf pada tubuh Eijaz.
“G-Ghaf…” hanya suara lirih yang mampu Eijaz keluarkan setelah berhasil menarik diri.
“I’m not done with you yet…” bisik Ghaffar dengan suaranya yang entah sejak kapan berubah menjadi lebih berat- sarat akan nafsu.
Berhasil dibungkam, Eijaz kini hanya bisa berserah. Membiarkan Ghaffar menguasai dan mendominasi apapun yang lelaki itu mau akan dirinya. Tak lagi mampu berpikir, Eijaz pasrah.
Yang tadinya hanya belaian lembut, kini berubah menjadi lebih menuntut. Yang tadi hanya berupa ciuman hangat, kini berubah menjadi sesuatu yang tak sanggup keduanya hentikan.
Ghaffar menarik diri, menatap Eijaz yang terperangah sibuk mengais udara yang seolah hilang dari sana. Satu ibu jari Ghaffar membelai bibir bawahnya, menariknya turun hingga Ghaffar dapat melihat barisan gigi bawah Eijaz yang rapi. Ia tersenyum, kemudian kembali mengecupnya singkat.
“There are a lot of people who getting crazy over you, but they don’t know that I’m the only one who can make you like this, Eijaz.”
“K-kamu kenapa…”
“I’m just a little boy who can get jealous easily, seeing people thirsting over my man make me want to tell the world that you’re mine…”
“Yours,” bisik Eijaz pelan, “I’m always yours, Ghaffar…”
Eijaz mendorong tubuh Ghaffar hingga punggung lelaki itu menempel dinding ruang tengah rumahnya, “You can mark me here, I’ll make sure that people will know that I’m taken by you…”
Kedua mata Ghaffar terbelalak kala melihat Eijaz memiringkan kepalanya, membuka tiga kancing teratas kemeja putih yang sedang dikenakannya, “Mark me here, Ghaf.”
“Kak…”
“Don’t worry, I won’t tell anyone who’s my boyfriend yet. I just want to let everyone know that I’m taken. By you…”