Sepasang mata sipit Eijaz kini membentuk sabit sempurna setelah membaca tulisan tangan Ghaffar tentang hal-hal yang wajib ia lakukan selama berada jauh darinya. Ghaffar yang lugu itu memang tak lagi merasa malu menunjukkan sikapnya yang menurut Eijaz sangat lucu.
“Oke, aku udah baca semuanya. Tapi what’s with these doodles? G and E? Ghaffar and Eijaz?” tanya Eijaz sambil menunjuk satu gambar kecil di pojok kiri kertas itu, “You draw these?”
“Iya, Ghaffar and Eijaz.” jawab Ghaffar dengan rasa bangga, “It’s always Ghaffar and Eijaz, of course.”
“Aku ga pernah tau kalo kamu pinter gambar loh?”
“Cuma doodles kok, ngga pinter. Just thought that it’ll be cute somehow makanya aku gambar, hehe.”
Eijaz tertawa kecil sembari mengusap pelan permukaan kertas di mana ada gambar dirinya dan Ghaffar di sana, “Makasih, ya. These are the cutest, including this tiny doodle of me holding a balloon.”
“Ah, you’ve noticed it too!”
Ghaffar mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, merasa senang kala Eijaz tak melewatkan satu detil pun di sana.
“You draw them beautifully, Ghaf. Aku seneng! You just have so many talents!” ucap Eijaz yang tak berhenti memujinya, “Thank you…”
Eijaz kemudian kembali membaca seluruh isi ‘peraturan’ yang Ghaffar berikan padanya, “Wah, banyak loh ternyata yang harus aku lakuin! Jadi bingung, ntar bakal sibuk kerja apa sibuk pacaran virtual ya?” tanya Eijaz yang mengetuk-ngetukkan dagunya dengan ujung jari telunjuknya yang mungil, dengan sengaja menggoda Ghaffar. Lelaki muda itu hanya tertawa kecil, tak merasa keberatan sedikitpun dengan Eijaz yang juga sedang mencoba membuatnya tak terlalu merasa sedih.
“Ngga apa-apa, Kakak kerjanya pacaran aja deh, tapi cuma boleh sama aku, hehe.”
“Hahaha, oke! I’ll tell my whole team to let me have some virtual dates at work, biar pada tau kalo aku udah punya pacar.” tutur Eijaz dengan rasa bangganya.
“You want to let everyone know that you’re taken?”
“Yeah, proudly. Tapi kalo kamu ngizinin, Ghaf.” ucap Eijaz sambil membawa wajah Ghaffar ke pelukannya, “Are you ready to talk about it?”
Ghaffar yang menikmati pelukan hangat Eijaz itu kemudian mengangkat kepalanya untuk menatap sepasang mata milik Eijaz, “Talk about what?”
“Us.” Eijaz mengangkat kedua tangannya untuk menangkup wajah Ghaffar, tangan kanannya ia bawa ke kening Ghaffar, menyampirkan beberapa helai rambut yang menggantung di sana, “Kamu mau kita stay like this, do everything in private, privacy sealed, tapi kita yang harus pinter-pinter. Atau kamu siap buat go public sama aku?”
Ada jeda waktu setelah Eijaz mengajukan pertanyaannya kepada Ghaffar yang kini tampak berpikir meski kedua netranya masih menatap lekat paras cantik Eijaz tanpa jeda bergantian. Eijaz memanfaatkan waktunya untuk menyisirkan rambut Ghaffar dengan jemari lentiknya, menyusuri tiap sisi surai hitam lembut milik sang kekasih yang tak pernah bosan ia sentuh.
“Take your time, sayang. Aku ga akan maksa, apapun jawabannya aku pasti ikutin kamu,” ujar Eijaz sebelum menundukkan wajahnya untuk mencium puncak kepala Ghaffar. Rasa hangat dengan cepat mengisi sekujur tubuhnya yang sebenarnya sudah hangat akibat hoodie yang dipakainya juga pelukan Eijaz di tubuhnya. Eijaz tak pernah lupa memperlihatkan perasaannya pada Ghaffar dalam setiap kesempatan, membiarkan Ghaffar tahu bahwa Eijaz memang sangat mencintainya.
“Dijawabnya nanti aja gapapa kok, sekarang ayo berangkat? Nanti kita telat, kan mau ketemu Mason dulu?”
“I’m ready, Kak.” ucap Ghaffar cepat.
“Eh? Nanti aja gapapa, sayang.”
“No, I’m sure of it.” jawab Ghaffar tegas, “You can tell everyone in this world that I‘m your boyfriend.”
Ghaffar kemudian membawa kedua tangannya untuk melingkari tubuh ramping Eijaz, menarik tubuh itu untuk kembali memeluknya dengan hangat. Lelaki yang lebih muda itu kemudian menyandarkan wajahnya pada perut Eijaz, memejamkan matanya dan menikmati belaian halus tangan Eijaz di kepalanya, “You can tell to the whole universe that you are mine, until no one left unknown. The main reason why I want to keep you all by myself for this long is that I’m scared that one day you’ll leave me. The second reason is that I was hiding from my past, Benhard. Now I know that you love me so much, and Benhard is now in jail, I guess that I’m ready. I’m ready if I’m with you…”
Tak mendapat respon dari sang kekasih, Ghaffar kemudian mengangkat wajahnya, menatap Eijaz yang kini tengah tersenyum bangga padanya, “You hear me? Kenapa senyum begitu, Kak?”
“You have no idea how proud I am right now, babe. It’s been a long way to be here, dan kamu yang sekarang bisa membuka diri pelan-pelan, it’s such a proud moment of me.”
“I’m proud of me too…” gumam Ghaffar saat ia kembali menyurukkan wajahnya pada tubuh Eijaz, “Besok sesi konseling terakhirku, Kak…”
Ghaffar dapat merasakan tubuh Eijaz sedikit tersentak kaget mendengar penyataannya barusan. Lelaki itu kemudian membawa kedua tangannya untuk menangkup wajah Ghaffar untuk ia tatap, “Serius?”
Eijaz mendapati wajah tampan Ghaffar yang akan selalu dirindukannya itu tersenyum lebar, mengangguk dengan bangga, “Iya, dokter bilang kondisiku udah jauh lebih baik dari pertama kali. He said that I finally can live in peace, knowing that I finally can forgive myself…”
“Ghaffar…”
“I know, it is such a very hard journey for me. Mason will always live in me, no matter what. So I thought that I have to live every day knowing that Mason will enjoy how beautiful life is, even though he’s not here physically…”
Tubuh Eijaz yang tengah dipeluknya itu kini bergetar, membuat Ghaffar yang paham bahwa Eijaz tengah menangis itu mengeratkan pelukannya pada tubuh ramping lelaki yang telah menjadi salah satu faktor terbesar atas kemajuan hidupnya beberapa bulan ini.
“Kak, I love you. I know I might be lack of so many things, and I rarely said that to you. Tapi aku harap apa yang aku rasain, bisa Kakak rasain juga. You brought the brightest light into my life ever since we met, dan sampe hari ini, aku pun berproses karena Kakak juga ada di sini,” Ghaffar membawa satu tangan Eijaz ke dadanya, menunjukkan bahwa Eijaz adalah salah satu penyebab jantungnya berdetak hebat kali ini, “You’re here, get along with Mason too.”
“Mason will love you as much as I do if he’s here with us. He’s a lovely person, I bet that you’ll love him too. His death brought so much misery into my life, yet I forget that Mason is a huge blessing to me. So, as per today, aku pengen bawa Mason ke manapun kakiku ngelangkah dan ke mana pun Kakak gandeng tanganku. Aku pengen selalu ingat kalo Mason hidup, di sini, sama kita semua, daripada ngingat hal pedih yang aku yakin Mason juga ngga pernah bermaksud untuk bikin aku sedih selama ini. Mason loves me as much as I love him for my entire life. So, I’ll live this life with that thought… I hope that you’re open to that thought as well, Kak.”
Lelaki yang lebih muda empat tahun itu pun kemudian berdiri menghadap Eijaz yang matanya telah dipenuhi oleh air mata haru. Ghaffar mengangkat kedua tangannya, mengusap pelan pipi Eijaz dengan kedua ibu jarinya, “I actually hate it when you crying like this, so, I’ll cure it now.”
Ghaffar kemudian mengecup kedua sisi pipi Eijaz yang basah karena air mata, menghapusnya dengan ciuman hangat agar Eijaz menghentikan tangisnya.
“Thank you for bringing the strongest magic into my life, Eijaz...”