cw // kissing
Sejujurnya Damian sudah sedikit menduga bahwa Anna akan berbuat nekat seperti saat ini; duduk santai di taman kecil di depan rumahnya — menunggunya dengan sabar meski ia sudah memberi tahu bahwa hari ini ia tak bisa bertemu. Bertahun-tahun mengenal Anna, tentu saja Damian paham sifat kekasihnya yang memang tak peduli apapun yang menghalangi jalannya jika ia memiliki kemauan atas sesuatu, yang juga merupakan salah satu sifat Anna yang sedikit sulit diterima Damian.
Gadis itu tersenyum menyapanya kala ia netra mereka bertemu. Sesungguhnya ia rindu, sebab sudah terlalu lama baginya tak bersua dengan wanita cantik yang tengah mengisi bagian hidupnya.
“Hi?” sapa Anna padanya sembari membuka kedua tangan kurusnya yang tak terlapisi sehelai kain di tengah malam itu.
Dengan senyuman hangatnya Damian menyambut pelukan itu — pelukan yang sedikit terasa asing karena mereka tahu bahwa hubungan keduanya tak sedang baik-baik saja.
“I miss you,” bisik Anna, lalu mengecup singkat sisi wajah Damian.
Lelaki tiga puluh satu tahun itu lantas menarik diri, membawa satu tangannya untuk menyampirkan helaian rambut panjang Anna ke telinga kekasihnya, “Me too, Na.”
Anna tersenyum, lalu menarik tubuh Damian yang dilingkari kedua tangannya untuk mendekat lalu berjinjit untuk mengecup bibir lelakinya.
Jika biasanya Damian akan membalas kecupan itu dan berakhir dengan Anna yang tak berdaya di bawah kuasanya, kini Damian hanya membalasnya dengan senyuman, lagi dan lagi.
“Seems like someone haven’t forgive me,” ucap Anna, lalu detik kemudian wanita itu melepas pelukannya dan melangkah mundur, “Sorry if I went too far, Dam.”
“Nothing went too far, Na. Sorry, I just feeling a bit off today,” ucap Damian jujur.
“Understandable, we’re not in ‘okay’ state,” Anna mengangguk dan tersenyum datar, “Maaf aku tiba-tiba datang kaya gini.”
“Gapapa, udah terlanjur dateng juga,” Damian mengacak pelan rambut kekasihnya, “Masuk dulu yuk? Ngobrol di dalam aja.”
Anna menggeleng, “Di sini aja, Dam. Aku gak enak sama Mama kamu kalo datang tanpa bawa apa-apa gini.”
“Terus, mau ngobrol di sini?” tanya Damian yang sudah menduga bahwa obrolan keduanya tak mungkin bisa dibicarakan di ruang terbuka seperti halaman rumahnya saat ini.
“Aneh ya?” tanya Anna pada Damian, “Kalo kamu ngerasa ga nyaman, kita cari tempat lain aja yuk?”
“Aku agak capek, sayang, I told you before,” jawab Damian pada Anna, “Di mobil aja?”
Anna lalu mengangguk setuju, “Ayo!”
cw // mention of sex, one-night stand, cheating.
Keheningan itu mencekik.
Baik Damian maupun Anna masih sibuk memilih kalimat permulaan untuk keduanya bahas, memilih harus dimulai dari mana mereka bicara. Damian yang sudah menyalakan mesin mobil itu pun lalu menyandarkan punggungnya pada kursi, menunggu.
“Babe, can we start talking?” tanya Damian pada kekasihnya, “It’s been minutes since we’re in the car but nothing come out from us.”
“You first,” ucap Anna pelan, dan dijawab dengan anggukan pelan Damian di sebelahnya.
“First of all, aku minta maaf, ya?” suara Damian yang lembut itu membuat jantung Anna berdebar kencang, “Aku minta maaf karena ternyata selama ini banyak banget kurangnya aku, as a man and as your boyfriend.”
Damian menundukkan kepalanya, enggan membalas tatapan Anna yang menunggu, “Aku paham kalo aku egois, even my friends told me that too. Aku masih lebih banyak mentingin ego juga gengsi as a human, sering kali lupa diri kalo sekarang aku udah punya partner yang harusnya bisa aku jadiin support. Aku juga ga bakal cari pembenaran atas itu, Na. I know I have to fix things and just sort everything up from the start all over again — with you.”
Lelaki itu lalu mengangkat kepalanya, memposisikan diri agar duduknya sedikit menghadap Anna meski ruang itu sempit. Tangannya lalu meraih tangan Anna, menggenggam erat tangan mungil kekasihnya, “Maaf ya?”
Anna tak bergeming, tampak tengah membiarkan isi kepalanya bergelut entah tentang apa — dan Damian dengan sabar kembali menunggu.
Hingga akhirnya setitik air mata Anna jatuh di atas punggung tangannya.
“Na?” panggil Damian pelan, “Kamu gapapa? Kenapa ini kok tiba-tiba nangis?”
Tubuh kurus Anna terisak, kepalanya tertunduk, enggan menampakkan raut wajah cantiknya yang sudah jelas akan berantakan. Damian bingung harus berbuat apa, sebab kini tangannya sudah tak lagi menggenggam tangan Anna.
“I’m so sorry,” ucap Anna di tengah isaknya, “I’m sorry, Damian…”
Hati Damian mencelos, namun tetap berusaha berpikir positif meski batinnya mulai tak ingin mendengar semuanya, “What are you sorry for?”
“Everything,” jawab Anna sebelum mengangkat wajahnya untuk bertemu dengan tatapan hangat Damian, “Aku minta maaf untuk semuanya, aku yang lebih banyak salah dibanding kamu, Dam…”
“Salah apa? What you’ve done behind me?” Damian sengaja mengkonfrontasinya, mulai tak sabar.
“I did it,” tangis Anna menjadi kala melihat wajah Damian, “I fucking did it, Damian…”
“Did what? Ngomong yang jelas, Na.” suara lelaki itu berubah dingin.
“I slept with another guy.”
Detik itu juga tubuh Damian seperti dihantam oleh batu — keras sekali. Nyaris tak pernah terpikirkan olehnya bahwa karma yang ia terima justru adalah sebuah kejujuran pahit yang baru saja didengarnya.
“Apa?” tanya Damian tak percaya, “Kamu ngomong apa?”
“Don’t make me say it all again, Dam. It hurts…”
“Terus, menurut kamu, aku ga sakit?”
Damian berubah. Wajah hangat itu tak lagi memancarkan rona yang seperti biasanya. Hawa dingin di dalam mobil itu kini bertambah parah dengan dinginnya sikap Damian yang berubah dalam sekejap mata.
“You fucked another man. Di Singapore kemaren? Atau jauh sebelum itu?”
“Di Singapore,” jawab Anna jujur, “I did it in SG, just one night stand, I don’t know him, I-I know I was wrong, I’m f-fucked up…”
“Sebelum ini kamu bilang kamu ga selingkuh, but then you said the most ridiculous thing. You fucked up real bad this time, Adrianna.” Damian lalu kembali menyandarkan tubuhnya pada kursi, memijat kepalanya yang mendadak pusing. Ia membiarkan suara tangisan Anna mengisi sepinya malam itu.
“You know what? I ever wondered how bad karma will hit me one day, since I broke someone's heart a long time ago. It took a lot of courage for me to finally start loving you, Na. And it takes a lot of time for me to think about what kind of future I want to build — with you. I was a jerk, I slept with numerous women in the past, and I did numerous one-night stands while I was in my previous relationship. I did it for fun, then the karma hit me when I finally fell for you. I never touch any women after you. Aku bahkan ngga pernah kepikiran untuk get laid sama orang lain whenever we’re facing problems, that’s why we always ended up with sex every time we talked before. Then I want to fix everything, aku mau perbaiki semuanya, mau mulai lagi dari awal, mau set goals sama-sama. Not even an hour passed, aku udah nerima fakta begini. Within minutes after I said it, the whole world just flipped. Lucu ya?”
“I miss you, Damian. I did it because I miss you!”
“Bagian mananya yang mirip aku sampe kamu bisa ngelakuin itu karena kangen aku, Na?”
“Aku kangen kita, Damian. Aku kangen semua hal tentang kita, aku kangen kamu yang perhatian, kangen kamu yang dulu selalu luangin waktu buat kita…” ungkap Anna di tengah tangisnya, “I flew to Singapore, had fun with my friends there. Then I met this guy when I was drunk, a-and things happened very fast…”
“Are you really sure that telling me every details of it is necessary?” tanya Damian dengan emosinya yang tertahan, “That’s why I wanted to fix everything, Na. Aku juga kangen itu semua. Tapi aku ngga nyari sosok kamu di orang lain cuma karena aku butuh!”
Suara Damian meninggi, tangannya lalu memukul keras setir mobil di hadapannya hingga membuat Anna terkejut — karena ini kali pertama Anna melihat Damian murka, “If I wanted to, I can fuck those girls in the club. Tapi aku inget kalo aku punya kamu, Na. Even pas kamu hilang kemaren, aku ga pernah absen buat ngasih kabar, nunggu balasan kamu. Di US kemaren kalo aku gila karna butuh pun aku bisa ngelakuin itu, Na. Tapi semuanya ga segampang itu?! Aku susah payah ngejaga semuanya biar stay in the line, aku berusaha berubah karena aku sayang sama kamu. I kept myself busy biar ga balik ke dunia itu, meskipun aku pun tau kalo itu salah karena kesannya justru ga ngehargai kamu, tapi kamu dengan gampangnya ngebiarin orang lain berperan sebagai aku cuma gara-gara kangen? Di saat aku bahkan nunggu kamu? Are you lost your mind?”
“Damian, maaf…” ucap Anna lirih, tak lagi mampu melawan Damian yang sudah jelas tak lagi bisa memaafkannya meski ia mengucapnya jutaan kali.
Damian tertawa kecil, yang Anna tahu itu terdengar menyakitkan.
“Do you ever love me in the first place, Na?” tanya Damian lirih, tanpa melihat langsung wajah Anna di sebelahnya, “Or do you love me only ‘cause you have to?”